Monday, June 4, 2012

ANALISIS PENGARUH PERENCANAAN STRATEGI TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN DALAM UPAYA MENCIPTAKAN KEUNGGULAN BERSAING (Studi Empirik pada Industri Kecil Menengah Tenun Ikat di Troso, Jepara)

BAB I
 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Dengan semakin mengglobalnya perekonomian dunia dan era perdagangan
bebas, usaha kecil menengah (UKM) di Indonesia juga dapat diharapkan menjadi
salah satu  pemain penting. UKM diharapkan sebagai pencipta pasar di dalam
maupun di luar negeri dan sebagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca
perdagangan dan jasa atau neraca pembayaran. Untuk melaksanakan peranan
tersebut, UKM Indonesia harus membenahi diri, yakni menciptakan daya saing
globalnya (Supratiwi & Isnalita,2003). 

Secara nasional, usaha kecil dan menengah mempunyai kedudukan, potensi
dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam rangka mewujudkan tujuan
pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan pembangunan ekonomi pada
khususnya. Peran ini dapat dilihat dalam hal penyediaan kesempatan usaha,
lapangan kerja dan peningkatan ekspor. Dapat dilihat bahwa usaha kecil dan
menengah lebih mampu untuk bertahan lebih lama dari krisis ekonomi, karena
mempunyai karakteristik yang lebih fleksibel dan lebih memanfaatkan sumber
daya lokal sehingga bisa diandalkan untuk mendukung ketahanan ekonomi.
Namun demikian usaha kecil menengah dalam perkembangannya masih
menghadapi berbagai persoalan yang perlu mendapat perhatian dari berbagai
pihak antara lain (Riyadi,2001) : (1)  rendahnya produktivitas, sumber daya
manusia dan manajemen yang belum profesional, kurang tanggap terhadap
perubahan teknologi dan kurangnya permodalan, (2) akses pasar yang belum
memadai, termasuk di dalamnya jaringan distribusi yang berfungsi  sebagai jalur
pemasaran belum berjalan efisien, (3) belum adanya tanda-tanda membaiknya
perekonomian nasional serta (4) tantangan dari perkembangan perdagangan bebas
baik dalam rangka kerjasama AFTA, APEC, dan GATT/WTO yang akan
membawa dampak pada peningkatan persaingan usaha.

Berbagai persoalan diatas dapat diatasi apabila para pengusaha kecil dan
menengah mampu mengembangkan usahanya secara kreatif dan inovatif dengan
selalu berorientasi pada pasar, peningkatan kualitas, produktivitas dan daya saing
dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dan selalu mengikuti perkembangan
informasi dan teknologi. Oleh karena itu perlu kebijakan pembinaan dan
pengembangan usaha kecil dan menengah yang dapat mendorong ke arah yang
lebih maju dan mandiri serta mampu meningkatkan perannya dalam
perekonomian nasional (Riyadi,2001). 

Data dari Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah
(Menekop & PKM) menunjukkan bahwa pada tahun 2000, ada sekitar 38,99 juta
usaha kecil dengan rata-rata penjualan per tahun kurang dari Rp 1 Milyar atau
sekitar 99,85 % dari jumlah perusahaan di Indonesia ( Tambunan, 2001)
Walaupun keberadaan UKM dan IKM sangat berperan dalam perkembangan
keadaan perekonomian, akan tetapi karakteristik yang melekat pada UKM bisa
merupakan kelebihan atau kekuatan yang justru menjadi penghambat
perkembangannya (growth constraints). Kombinasi dari kekuatan dan kelemahan
serta adanya peluang dan tantangan dari kesemuanya dengan keadaan situasi
ekternal akan mampu menentukan prospek perkembangan UKM itu sendiri.

Organisasi yang baik adalah yang memiliki tujuan jelas berdasarkan visi dan
misi yang disepakati pendirinya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut dibutuhkan
cara untuk mencapainya yang lazim disebut sebagai strategi. Selanjutnya disusun
rencana (plan) , kebijakan (policies) hingga pencapaian dan program aksi. Dalam
penerapannya, bisa saja unsur diatas mengalami perubahan sebagai akibat dari
tidak terpenuhinya asumsi-asumsi yang dipakai dalam perencanaan, misalnya
karena sumber daya yang didapat tidak sesuai dengan harapan. Bisa pula
disebabkan oleh tujuan yang terlalu abstrak sehingga sangat jauh dari apa yang
diharapkan. Setiap organisasi tentu memiliki perencanaan, dan bagi lingkup
perusahaan kita mengenal  istilah perencanaan stratejik, dimana perencanaan
stratejik ini dapat membantu kita mengevaluasi secara berkala untuk mencapai
tujuan, membantu perusahaan untuk maju dan berkembang, memperbesar pangsa
pasar di tengah persaingan usaha yang semakin tajam (Allison &Kaye, 2005).
Salah satu kunci keberhasilan dari  perencanaan stratejik adalah pada
pemilihan pasar dan penentuan bagaimana berkompetisi di tengah persaingan
yang ada (Hooley,Moller & Broderick,1998; Sashi & Stern,1995 ). Letak dari
persaingan adalah diferensiasi produk dan jasa dalam pasar yang terpilih bagi para
pesaing mereka. Mengacu pada ide Porter (1980) mengenai keunggulan bersaing
dapat dicapai melalui bermacam strategi salah satunya dengan strategi bisnis baik
itu cost leadership, differentiation maupun focus.
Perkembangan dunia usaha dalam bidang perusahaan industri yang berubah
dengan cepat dan metode perencanaan strategis yang memberikan perhatian besar
dalam mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi di masa depan, maka
penerapan perencanaan strategis merupakan suatu kebutuhan yang mendesak dan
harus dilaksanakan semaksimal mungkin, mengingat lingkungan juga selalu
berubah dan masa depan kian sulit diprediksikan (Basri,2005).  
Beberapa penelitian mengenai perencanaan stratejik (Amstrong,1982) serta
adanya teori yang dikemukakan (Hax and Majluf,1991; Higgins and Vienze,1993;
Pearce and Robinson,1994) bahwa proses  perencanaan stratejik terdiri dari 3
komponen yaitu (1) formulasi, dimana terdiri dari pengembangan misi, penentuan
tujuan, penilaian lingkungan internal dan eksternal serta evaluasi dan
penyeleksian alternatif strategi, (2)  implementasi, (3) pengawasan/kontrol.

Adapun fokus utama dari kegiatan perencanaan stratejik dalam perusahaan dapat
dilihat dari komponen-komponen diatas.
Anderson (1982), melalui kertas kerjanya menerangkan tentang hubungan
antara perkembangan usaha kecil dan menengah dengan laju pertumbuhan atau
tingkat pengembangan ekonomi suatu wilayah yang kemudian dikenal dengan
sebutan ”stage theory”. Menurut Anderson (1982) teori tersebut menjelaskan
bahwa :
a.  Negara yang tingkat ekonominya masih terbelakang, tingkat pendapatan riil
per kapita rendah pada industri rumah tangga tersebut sangat dominan
(berdasar tingkat penyerapan tenaga kerja)
b.  Pada negara yang sudah maju tingkat pembangunan ekonominya, tingkat
pendapatan riil per kapita tinggi pada industri kecil dan terutama industri skala
menengah besar lebih dominan. 
Anderson (1982) juga menyebutkan bahwa struktur industri kecil semakin
berubah dengan berkembangnya suatu wilayah, dimana industri kecil yang
membuat barang-barang lebih modern (alat elektronik, komponen mesin dan auto
mobil) lebih banyak dibandingkan dengan industri kecil yang memproduksi
barang-barang tradisional (alat pertanian sederhana, sepatu dan alat rumah tangga
dari kayu dan logam).

Sisi lain yang masih memerlukan pemikiran secara mendasar bagi
pengembangan usaha kecil menengah adalah rendahnya mobilitas transformasi
struktural dan kultural. Struktur usaha kecil menengah secara umum masih
berbentuk kerucut dalam arti besar di bagian bawah dan keatas semakin mengecil
jumlahnya. Perkembangan di masa mendatang diharapkan struktur itu akan
berubah menjadi bentuk melon dalam arti besar di tengah dan kecil diatas
cenderung proposional.

Gejala semacam itu antara lain disebabkan oleh faktor kognitif dan
keterampilan (skill) yang relatif masih rendah dan juga sikap mental para
pengusaha kecil dan menengah yang belum menemukan jati dirinya sebagai
layaknya lembaga ekonomi yang lain. Kemampuan manajerial yang relatif
terbatas dan struktur organisasi dan kewenangan yang terpusat pada satu orang
serta wawasan pengembangan bisnis yang masih temporal atau jangka pendek
menyebabkan pengusaha kecil dan menengah sulit timbul cepat dan kondisi dalam
dunia persaingan bisnis semakin ketat.
Hartanto (1999) mengemukakan, bahwa gejolak yang dihadapi dunia bisnis ini
bukan saja terjadi karena perubahan pada lingkungan eksternalnya, tetapi juga
konsekuensi dari perkembangan dan perubahan internalnya dari masing-masing
perusahaan tersebut. Perubahan pada lingkungan eksternal biasanya berkisar pada
perkembangan atas kebutuhan masyarakat, pelanggan, perubahan tatanan
ekonomi, perubahan demografi, perubahan mobilitas sosial dan geografik.
Sebaliknya perubahan dalam lingkungan internal perusahaan timbul karena dua
kekuatan yaitu (1) kesadaran baru manajemen tentang respons stratejik yang perlu
mereka ambil untuk menghadapi perubahan yang terjadi di lingkungan
eksternalnya atau dinamakan perubahan strategi dan (2) timbul dari pendewasaan
perusahaan.

Faktor lingkungan berperan penting bagi perusahaan terutama dalam
pemilihan arah dan formulasi strategi perusahaan. Adanya perubahan dalam
lingkungan baik internal ataupun eksternal menuntut kapabilitas perusahaan untuk
dapat beradaptasi dengan perubahan tersebut agar kelangsungan hidup (survival)
perusahaan tetap bertahan. Sementara itu perencanaan merupakan suatu alat untuk
melakukan adaptasi dan juga merupakan faktor penentu bagi kinerja perusahaan
sehingga diharapkan menciptakan keunggulan bersaing. 
Dibawah ini tercantum beberapa penelitian yang menunjukan hubungan antara
perencanaan stratejik dengan kinerja, dan beberapa variabel yang mempengaruhi
sebuah perencanaan stratejik hingga mampu menciptakan keunggulan bersaing.
Penelitian ini terdiri sebagai berikut :

full download pdf - konsultasi via facebook

No comments:

Post a Comment