Monday, June 4, 2012

Perkembangan Manjemen Pengetahuan (Knowledge Management)

Knowledge management  (KM) atau manajemen pengetahuan menjadi isu menarik
sejak awal kemunculannya. Berbagai akademisi dan praktisi bisnis mulai mencoba
menumbuh-kembangkan manajemen pengetahuan melalui penelitian-penelitian maupun
penerapan dalam praktek-praktek bisnis.

Untuk memudahkan pemahaman mengenai manajemen pengetahuan, pengertian
manajemen pengetahuan perlu diketahui. Fernandez dan Sabherwal (2001) mengartikan
pengetahuan (knowledge) sebagai hasil refleksi dan pengalaman seseorang, sehingga
pengetahuan selalu dipunyai oleh individu atau kelompok. Pengetahuan (knowledge)
melekat dalam bahasa, aturan-aturan dan prosedur-prosedur, serta konsep.

Terdapat dua dimensi kritikal yang perlu untuk memahami knowledge dal am
konteks organisasi, yaitu pertama, pengetahuan eksis di setiap individu, kelompok atau
organisasi; kedua, pengetahuan dapat dilihat dari sebagai sesuatu yang dapat disimpan,
dan sebagai suatu proses yaitu proses untuk mengetahui sesuatu. Berdasarkan 2 dimensi
tersebut, pengetahuan dapat dibagi menjadi  tacit dan explicit knowledge.
Tacit knowledge adalah pengetahuan yang didapatkan dari pengalaman, kegiatan-
kegiatan yang dilakukan, dan susah didefinisikan di mana biasanya dibagikan lewat diskusi-
diskusi, cerita-cerita. Menurut Nonaka dan Takeuchi (1995),  tacit knowledge diartikan
sebagai suatu pengetahuan yang personal, spesifik, dan umumnya susah diformalisasi
dan dikomunikasi kepada pihak lain.

Sedangkan explicit knowledge adalah pengetahuan yang sudah diformulasikan,
biasanya disajikan dalam bentuk tulisan misalnya peraturan, buku-buku literatur-literatur.
Dalam organisasi proses penyebaran/sharing pengetahuan akan membantu pencapaian
tujuan organisasi. Explicit atau codified knowledge diartikan sebagai pengetahuan yang
dapat ditransformasikan dal am bentuk formal dan bahasa yang sistematis.

Tantangan terbesar yang dihadapi oleh organisasi-organisasi adalah mengkonversi
jacit knowledge menuju explicit knowledge, atau sebaliknya. Organisasi dituntut untuk
mampu menterjemahkan pengetahuan yang eksis di individu, kelompok atau tim, dan
organisasi menjadi nyata dalam bentuk produk-produk dan jasa-jasa yang dihasilkan.
Agar konversi bisa berjalan dengan baik, Nonaka dan Takeuchi (1995) memperkenalkan
4 pola dasar penciptaan pengetahuan yang dikenal dengan  The Spiral Of Knowledge.

Spiral of knowledge
1>Sosialisasi, menjelaskan saling berbagi antar tacit knowledge, umumnya tanpa
melibatkan hal-hal formal, misalnya sharing budaya organisasi antara anggota
organisasi yang lama dengan anggota yang barn dengan tujuan anggota yang baize
mampu beradaptasi dengan budaya organisasi. Contoh nyata perubahan  tacit ke
explicit knowledge misalnya bila perusahaan ingin menerapkan penggunaan mesin-
mesin barn dalam proses produksi maka perusahaan mengirimkan wakilnya untuk
belajar mesin tersebut. Hal yang mungkin dilakukan pertama kali adalah dengan
melalcukan mengamati, mengobservasi, serta mempraktekan mesin tersebut selama
pelatihan.

2> Eksternalisasi/artikulasi, menkonversi tacit knowledge menjadi explicit knowledge
biasanya menggunakan metafor-metafor yang dapat dipahami bersama. Misalnya
hasil pengamatan, dan observasi terhadap mesin barn tersebut diubah dalam bentuk
tertulis yang mudah dipahami, dan dapat didiskusikan bersama rekan-rekan kerja.

3> Kombinasi, mengkombinasikan antar explicit knowledge yang dipunyai oleh individu
lain dengan explicit knowledge yang dipunyai oleh diri sendiri contoh konkrit
adalah sekolah-sekolah bisnis yaitu MBA, dan MM. Misalnya agar semakin banyak
orang yang dapat memanfaatkan mesin tersebut dibuatlah standar prosedur operasi
atau buku petunjuk penggunaan agar lebih banyak orang mempelajarinya.

4> Internalisasi, merubah explicit knowledge menuju tacit knowledge. Jargon yang
paling populer untuk menjelaskan internalisasi adalah  learning by doing. Misalnya
dengan pengalaman mengoperasikan mesin bare dapat meningkatkan pemahaman
tacit knowledge.

Dengan memahami 4 pola penciptaan pengetahuan, maka organisasi perlu
menyadari bahwa pengetahuan awalnya eksis di masing-masing individu dan agar menjadi
milik organisasi, maka organisasi harus memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi
pengetahuan individu menjadi pengetahuan organisasi melalui dialog, diskusi, berbagi
pengalaman, dan observasi.
Studi-studi KM mengungkapkan pentingnya organisasi mengembangkan
pengetahuan sebagai aset agar mampu menghadapi persaingan. (Caniero, 2000; Lee,
2001; Rowley, 1999 ). Studi Caniero (2000) memberikan pemahaman bahwa KM dibentuk
dari berbagai karakteristik personal dan pengembangan personal. KM membentuk
keputusan-keputusan stratejik, dan dari keputusan-keputusan stratejik terbentuklah  market
knowledge dan competitors knowledge. Market knowledge  membentuk usaha-usaha
inovatif dan menghasilkan inovasi sedangkan  competitors knowledge membentuk usaha-
usaha kompetitif dan menghasilkan daya saing.

Penelitian mengenai KM juga dilakukan oleh Lee (2001) dengan tujuan untuk
mengidentifikasi dan memahami peran  knowledge sharing pada kesuksesan outsourcing
proyek sistem informasi (SI). Ada empat variabel yang diuji dalam penelitian ini yaitu
knowledge sharing (tacit and explicit knowledge), organizational capability, partnership
quality, dan outsourcing success. Semua variabel independen (knowledge sharing,
organizational capability, partnership quality) memberikan pengaruh yang kuat pada
variabel dependen (outsourcing success). Penelitian ini memberikan gambaran bahwa
knowledge sharing mampu menjadi salah satu faktor anteseden dalam kerjasama lintas
fungsi. Knowledge sharing antara organisasi dengan service providers bisa dianalogikan
sebagai knowledge sharing antar anggota tim karena organisasi dengan service providers
bekerja sama dalam tim untuk mengembangkan sistem informasi.
Penelitian pengaruh knowledge sharing di sektor publik di Indonesia diungkapkan
oleh Aldi dan Utomo (2003). Penelitian dengan mengambil  setting penelitian di Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Timur, Kotamadya Surabaya, Kotamadya Malang, Kabupaten
Gresik, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Malang mengungkapkan  knowledge sharing
menjadi prediktor kerjasama tim lintas fungsi dalam pelaksanan proyek. Hasil temuan
menunjukkan bahwa knowlede sharing tidak berpengaruh signifikan terhadap kerjasam
tim lintas fungsi. Tidak signifikannya temuan mengindikasikan bahwa hanya sedikit anggota
organisasi yang mempunyai pengetahuan yang cukup dalam melaksanakan proyek.
Implikasi temuan ini menunjukkan bahwa pengetahuan belum sepenuhnya menjadi
tumpuan organisasi (Dinas Kesehatan) melaksanakan proyek. Hasil temuan, tentu saja,
tidak bisa digeneralisir untuk semua dinas kesehatan ataupun sektor publik di Jawa Timur
atau Indonesia karena temuan penelitian ini hanya merupakan  snap shoot atau potret
sesaat saja yang pasti akan terus berubah.

Mengacu dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh berbagai akademisi
menunjukkan bahwa KM memegang peranan penting dalam kehidupan organisasi.
Kemampuan organisasi untuk mengeksplorasi kekayaan pengetahuan yang eksis di setiap
anggota organisasi, kemudian mengumpulkannya menjadi knowledge-base, dan
memanfaatkannya secara efektif akan membantu mempercepat akselerasi organisasi.
Kemampuan perusahaan untuk mengumpulkan, memanfaatkan, dan mendaya gunakan
pengetahuan secara efektif akan menjadi sumber utama keunggulan kompetitif organisasi.
en Pengetahuan sebagai keunggulan kompetitif.

Sumber kekuatan internal organisasi yang tidak mungkin diadaptasi oleh pesaing
manajemen pengetahuan. Seperti diungkapkan di awal, pengetahuan eksis disetiap
'du dan masing-masing individu mempunyai pengetahuan yang berbeda satu sama
Para pesaing tidak mungkin meniru pengetahuan yang dipunyai oleh perusahaan
Sebagai sumberdaya yang berharga bagi organisasi, sebaiknya organisasi mengelola
'emen pengetahuan yang baik. Studi yang dilakukan Davenport  et. al. (1998)
"dentifikasi empat langkah yang perlu dilakukan organisasi agar KM menjadi
ya stratejik.

L Pengetahuan dapat `disimpan
Data, informasi, maupun pengetahuan dapat disimpan dalam bentuk dokumentasi
agar mudah ditelusuri bila dibutuhkan. Bagi pengetahuan yang sifatnya  tacit, sebaiknya
diartikulasikan menjadi codifiedlexplicit knowledge. Pengetahuan yang dapat disimpan
memudahkan organisasi untuk menelusurinya dan memanfaatkan di setiap
kesempatan.

2. Pengetahuan mudah diakses
dan Amidon (1998) mengemukakan bahwa pengetahuan  (knowledge) dapat diukur
dengan menggunakan balanced scorecard. Dimensi innovation dan learning dalam
balanced scorecard merupakan proses aktivitas manajemen pengetahuan. Meskipun
ada debat dalam pengukurannya, Skyrme dan Amidon (1998) menyakini bahwa
dimensi innovation dan learning mempunyai potensi untuk mengukur pengetahuan
sebagai aset.

Organisasi yang mempunyai pengetahuan superior mampu mengkoordinasi dan
mengkombinasikan sumberdaya-sumberdaya tradisional dan kapabilitas dalam bentuk
dan cara barn sehingga dapat memberikan nilai lebih bagi pelanggan. Dengan memiliki
sumberdaya intelektual yang superior, organisasi dapat mengetahui bagaimana
mengembangkan dan mengeksploitasi sumberdaya tradisonal lebih baik daripada pesaing
meskipun sumberdaya tersebut tidak unik dan mudah ditiru. Pengetahuan dapat
dikategorikan sebagai sumberdaya stratejik terpenting sehingga dapat digunakan untuk
keunggulan kompetitf yang tahan lama.
Pengetahuan, terutama tacit knowledge, berpotensi menjadi sumberdaya yang
unik dan sukar ditiru. Tidak seperti sumberdaya tradisional lainnya, tacit knowledge
tidak dapat diperdagangkan dalam bentuk siap pakai. Untuk meniru  tacit knowledge
organisasi, pesaing setidaknya memiliki pengalaman yang serupa, dan untuk
mendapatkannya memerlukan waktu yang lama. Untuk mempertahankan keberlangsung
keunggulan kompetitif, organisasi dapat melakukan dengan menambah pengetahuan baru.
Gabungan pengetahuan lama dan baru menciptakan keunikan baru yang akhirnya
menciptakan kesempatan untuk melakukan  4inergi pengetahuan.
Pengetahuan dapat menjadi keunggulan kompetitif yang tahan lama bila organisasi
mengetahui lebih banyak akan sesuatu dibandingkan pesaing. Tidak seperti sumberdaya
tradisional lainnya yang dapat berkurang saat digunakan, pengetahuan justru akan
meningkat pada saat digunakan. Pengetahuan yang semakin sering digunakan akan
semakin bernilai bagi organisasi.
Dengan menjadikan manajemen pengetahuan menjadi keunggulan kompetitif
organisasi sebaiknya KM didayagunakan dan diterapkan secara nyata oleh perusahaan.
Bentuk konkrit penerapan adalah mengembangkan strategi organisasi berbasis
pengetahuan. Strategi yang berbasis pengetahuan diharapkan mampu lebih mengeksplorasi
keunikan yang dimiliki organisasi.

Strategi Organisasi berbasis pengetahuan
Konsep SWOT (streghts, weakness, oppurtunities, dan threats) sudah lama dikenal
oleh praktisi maupun akademisi. Rerangka SWOT menjelaskan dan menganalisis
kapabilitas internal perusahaan, tercermin dalam kekuatan dan kelemahan, yang
berhubungan dengan kesempatan dan ancaman lingkungan organisasi. Organisasi
disarankan untuk melakukan tindakan-tindakan strategis untuk mendayagunakan
Ibraempatan, mengurangi kelemahan, meminimalkan ancaman, dan mengkapitalisasi
pduang. Strategi organisasi dapat dilihat sebagai tindakan untuk menyeimbangkan keadaan
doernal organisasi dengan kapabilitas internal organisasi.

Dominasi analisis SWOT ditandai dengan penggunaan model  five forces milik
Porter. Model yang dikembangkan Porter (1980) lebih terfokus pada kemampuan
perusahaan menganalisis kekuatan lingkungan eksternal perusahaan yang dapat
memunculkan kesempatan dan ancaman. Mangacu padafiveforces Porter, industri sangat
terstruktur sehingga memudahkan perusahaan melakukan penetrasi ke suplier dan
pdanggan, dan mencegah masuknya pesaing barn dan produk substitusi. Strategi menjadi
brays sekedar memilih industri yang tepat dan melakukan positioning dalam industri
tenebut strategi generik yang dipilih yaitu biaya rendah  (low cost) atau diferensiasi produk
(product differentiation).
Zack (1999) mengungkapkan kritikan terhadap rerangka  five forces Porter.
Menurutnya, five forces lebih menekankan keunggulan industri daripada keunggulan
perusahaan sehingga keunikan dan keunggulan perusahaan tidak tergali. Mengacu pada
keadaan tersebut perusahaan sebaiknya kembali fokus kepada kapabilitas dan sumberdaya
perusahaan. Perspektif ini dikenal dengan resource-based view.
Pendekatan resource-based view berpendapat bahwa perusahaan sebaiknya
memposisikan dirinya secara strategis berdasarkan keunikan, nilai-nilai perusahaan, serta
sumberdaya dan kapabilitas yang sukar ditiru. Strategi organisasi bukan didasarkan pada
produk dan jasa yang dihasilkan dari keunikan, nilai-nilai perusahaan, serta sumberdaya
dan kapabilitas yang sukar ditiru.
Strategi berdasarkan pendekatan resource-based memungkinkan perusahaan
bertahan dalam jangka waktu yang lama dibandingkan pendekatan tradisional misalnya
analisis SWOT (Zack, 1999). Keunggulan kompetitif organisasi akan bertahan lama bila
berdasarkan kekuatan yang berasal dari organisasi.
Kritikan terhadap analisis SWOT bukan berarti menunjukkan bahwa analisis
tersebut kurang bermanfaat. Analisis SWOT dapat dipergunakan dalam perspektif lain.
Analisis SWOT dapat digunakan untuk memetakan kapabilitas dan sumberdaya
pengetahuan yang dimiliki organisasi. Dengan pemetaan yang balk, organisasi dapat
mengetahui keunggulan Berta mengurangi kelemahan manajemen pengetahuannya sehingga
strategi berbasis pengetahuan dapat dibuat berdasarkan manajemen pengetahuan yang
dipunyai.

Strategi berbasis pengetahuan, sebenarnya merupakan bentuk pararel dengan
analisis SWOT, menjelaskan keseluruhan pendekatan yang dilakukan organisasi untuk
mengkaitkan sumberdaya pengetahuan dan kapabilitas yang dipunyai dengan strategi
yang dilakukan. Hubungan manajemen pengetahuan dan strategi merupakan hubungan
timbal balik artinya strategi mempengaruhi manajemen pengetahuan sebaliknya manajemen
pengetahuan mempengaruhi strategi. Hubungan antara manajemen pengetahuan dan
strategi perusahaan seringkali tidaklah sejalan sehingga terdapat gap antara keduanya.

Gap dalam strategi terjadi antara apa yang harus dilakukan organisasi dan apa yang dapat
dilakukan organisasi. Gap dalam manajemen pengetahuan terjadi antara apa yang
perusahaan harus ketahui dan apa yang perusahaan ketahui.
Untuk memperkecil gap antara manajemen pengetahuan dan strategi, organisasi
perlu mencari sumber pengetahuan. Sumber-sumber pengetahuan dapat dicari dan dalam
organisasi maupun luar organisasi. Pengetahuan internal organisasi dapat ditemukan dari
dokumen, prosedur dan aturan organisasi, perilaku, iklim dan budaya organisasi.
Pengetahuan eksternal dapat ditemukan di publikasi-publikasi iltniah, majalah-majalah
populer, dan di sekolah-sekolah bisnis.

Pengetahuan yang berasal dari luar organisasi, biasanya lebih abstrak dan dapat
diakses pesaing, memberikan pemikiran-pemikiran barn dan segar bagi organisasi serta
dapat menjadi pembanding. Beberapa  perusahaan telah melakukan penyegaran bagi
karyawannya dengan bekerja sama dengan beberapa sekolah bisnis (Program Magister
Manajemen) di Indonesia untuk membuka kelas khusus dengan nama perusahaan tersebut.
Cara lain yang sering dilakukan oleh anggota organisasi dengan menjadi anggota sebuah
ikatan tertentu seperti ISEI (Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia), IAI (Ikatan Akuntan
Indonesia), dan IPOMS (Indonesian Production and Operation Management Society),
menjadi anggota kelompok diskusi mengenai topik tertentu di mailing list di Internet.
Pengetahuan elcsternal dapat diperoleh organisasi melalui dialog dengan pelanggan, vendor,
dan pemasok.

Kombinasi pengetahuan yang didapat dari luar organisasi dengan pengetahuan
dari dalam akan memberikan perspektif barn dalam membuat strategi organisasi atau
melakukan eksekusi strategi organisasi yang telah dibuat. Bentuk konkrit yang dilakukan
organisasi melalui program-program  reward untuk pelanggan, customer care yang
morupakan umpan balik pelanggan kepada organisasi sehingga organisasi memperbaiki
kektuangan-kekurangan produk/jasa yang dihasilkan.
Strategi organisasi berbasis pengetahuan mensyaratkan keinginan kuat organisasi
untuk menambah basis pengetahuan yang dipunyai. Implementasi dan eksekusi strategi
organisasi memerlukan kemampuan pengetahuan yang cukup dalam mengoptimalkan
pilihan-pilihan strategi yang ada sesuai dengan perkembangan industri, pesaing, dan
kapabilitas organisasi.

Penutup
Keberhasilan organisasi dalam memenangkan persaingan dapat di tempuh dengan
membuat, dan mengimplementasikan strategi dengan tepat. Manajemen pengetahuan
merupakan keunggulan stratejik organisasi diperlukan sebagai modal dasar untuk
mendukung strategi organisasi.
Organisasi harus secara strategis mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumberdaya-
sumberdaya pengetahuan dan kapabilitas organisasi yang dimiliki. Eksplorasi dan
eksploitasi yang dilakukan organisasi dilakukan dengan dua pendekatan yaitu terhadap
anggota organisasi dan organisasi itu sendiri.
Pada anggota organisasi dilakukan dengan dua cara yaitu eksplorasi dan eksploitasi
karakteristik anggota, dan faktor yang mempengaruhi pengembangan anggota.
Karakteristik anggota berupa perilaku, nilai  (value) yang dianut, dan tingkat kreatifitas.
Pengembangan anggota berkaitan dengan kemampuan dan kemauan investasi pengetahuan
yang dilakukan organisasi. Organisais harus mampu memotivasi anggotanya untuk
mendapatkan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Sedangkan, eksplorasi dan eksploitasi
organisasi dilakukan dengan cara yaitu mengembangkan pemahaman yang sama dan
utuh dalam mengukur manajemen pengetahuan, membantu anggota untuk mengenali
dan mengidentifikasi kebutuhan pengetahuannya, mempersilahkan anggota untuk
berdiskusi dan berdebat mengenai manajemen pengetahuan, mengukur dampat manajemen
pengetahuan, memfasilitasi pengetahuan melalui budaya organisasi, dan manajemen
pengetahuan direpresentasikan dalam bentuk dokumen dan  data base.
Manajemen pengetahuan tidak bersifat statis, manajemen pengetahuan yang inovatif
saat ini akan menjadi usang dimasa mendatang. Persaingan akan selalu ketat dimasa
mendatang, sehingga organisasi harus terus mengembangkan manajemen
pengetahuannya.
Organisasi harus memfasilitasi anggotanya untuk selalu mengembangkan diri,
sehingga muncul ide-ide kreatif baru dalam produk/jasa yang dihasilkan. Fasilitas-fasilitas
yang dapat diberikan organisasi kepada anggotanya dapat berupa pemberian kesempatan
untuk melanjutkan pendidikan, mengikuti pelatihan/seminar yang berkaitan dengan lingkup
kerja, berpartisipasi dalam organisasi profesi, pemberian fasilitas kerja yang baik, dan
aturan dan prosedur organisasi yang memungkinkan terciptanya ide kreatif. Inovasi terus
menerus menjadi dasar organisasi untuk terus bertahan dalam persaingan yang ketat.
Setiap anggota organisasi mempunyai aloes yang sama terhadap  knowledge base
organisasi. Agar proses aksessibilitas dan transfer mudah dilakukan antar anggota,
organisasi perlu memfasilitasi dengan memanfaatkan teknologi misalnya  video
conference, jaringan internet dan intranet, telepon, dan faksimili. Banyak organisasi
mempunyai ruang perpustakaan sehingga anggotanya mudah mengakses
pengetahuan-pengetahuan terbaru melalui buku-buku, jurnal-jumal, dan majalah-
majalah. Organisasi memfasilitasi juga dengan aturan dan prosedur yang memudahkan
setiap orang dapat mengakses pihak-pihak dan anggota organisasi lain yang
mempunyai pengetahuan.
3. Peningkatan pengetahuan didukung oleh organisasi
Lingkungan eksternal berubah dengan cepat akibatnya organisasi harus senantiasa
beradaptasi. Kemampuan organisasi untuk beradaptasi perlu dukungan pengingkatan
pengetahuan. Organisasi perlu menciptakan lingkungan yang mampu mempercepat
peningkatan pengetahuan. Temuan Davenport et al. (1998) mengungkapkan perlunya
sentralisasi struktur organisasi, dan perubahan budaya kerja yang mendukung
kreatifitas anggota organisasi. Hal konkrit yang bisa dilakukan perusahaan yaitu
dengan memberikan penghargaan bagi anggota organisasi yang menyumbangkan
pengetahuan kepada knowledge base organsiasi. Penghargaan yang diterima dapat
berupa peningkatan kompensasi maupun promosi pangkat/jabatan.
4. Mengelola pengetahuan sebagai aset.
Dalam organisasi, aset dapat berbentuk barang berwujud maupun barang berwujud.
Organisasi berfokus kepada dua aset tersebut. Pengetahuan, merupakan aset tidak
berwujud, harus diperlakukan sebagai aset berwujud yaitu dapat diukur.

No comments:

Post a Comment